(Komisi Infokom MUI Provinsi Banten)
Majelis Ulama Indonesia (MUI) saat ini telah memasuki usianya yang ke-50. Sebuah usia yang terbilang matang bagi sebuah organisasi keagamaan. Tentu saja, selama 50 tahun berkiprah di tengah-tengah masyarakat, banyak dinamika yang terjadi dalam wadah organisasi tempat berkumpulnya kalangan para ulama dan zu’ama serta cendekiawan muslim tersebut. Sehingga membuat MUI menjadi salah satu organisasi keagamaan yang patut diperhitungkan di Indonesia.
Sejarah mencatat bahwa MUI berdiri sejak 26 Juli 1975 di Jakarta. Berdirinya wadah MUI bertujuan untuk membimbing, membina dan sekaligus mengayomi umat Islam di Indonesia. MUI mengemban tugas yang mulia diantaranya membantu pemerintah yang terkait dengan kemaslahatan umat Islam antara lain, mengeluarkan fatwa dalam kehalalan suatu makanan, menentukan kebenaran suatu aliran dalam agama Islam dan hal lainnya yang bersentuhan langsung dengan seorang muslim dengan lingkungannya.
Dalam berkiprah di tengah-tengah masyarakat, MUI mengemban lima fungsi yang cukup krusial antara lain, sebagai pewaris tugas-tugas para Nabi (Warasatul Ambiya), sebagai institusi pemberi fattwa (mufti), sebagai pembimbing dan pelayan umat (khadimul ummah), sebagai gerakan Islah wa al Tajdid dan pemegak amar ma’ruf nahi munkar.
Di era perkembangan teknologi dan informasi yang begitu pesat dewasa ini, kehadiran MUI justru semakin diperlukan partisipasi dan peranannya di tengah hiruk-pikuk kehidupan masyarakat Islam.
Sebagai sebuah institusi yang berperan menjadi pelayan umat (khadimul ummah) dan mitra pemerintah (shadiqul hukumah), eksistensi MUI dinilai begitu penting. Sebagai mitra pemerintah dalam mendukung pembangunan nasional guna menyejahterakan masyarakat serta menjaga prinsip-prinsip syari’ah dalam menjaga kehidupan umat Islam. Kedua peran MUI tersebut harus dijadikan sebagai platform dalam berbagai gerakan yang dilakukan di tengah-tengah masyarakat.
Majelis Ulama Indonesia adalah wadah pengabdian bagi para ulama, zu’ama dan kalangan cendekiawan muslim. Tugas dan fungsi MUI adalah untuk melayani umat (khadimul ummah) dan menjadi mitra pemerintah (shadiiqul hukumah).
Tantangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) ke depan dinilai begitu beragam. Pertama, MUI harus bersikap proporsional dalam banyak bidang, tidak masuk ke kancah politik secara berlebihan, dan tetap menjaga independensi. Hal ini penting agar MUI bisa berkontribusi besar dalam menjaga ke-Islaman dan ke-Indonesiaan.
Selain itu, MUI juga harus menghadapi tantangan dari internal Islam sendiri, seperti adanya aliran yang menyesatkan atau tidak sesuai dengan ajaran Islam. MUI harus bisa mencermati dan mencegah penyebaran aliran-aliran tersebut.
MUI juga perlu merangkul sekitar 30% umat Islam di Indonesia yang tidak berafiliasi dengan ormas-ormas Islam, terutama kalangan milenial yang mencari ilmu keIslaman melalui media sosial. Karena itu, MUI perlu mengaktifkan dakwah digital dan media sosial, serta melibatkan pondok pesantren dan perguruan tinggi Islam.
Sementara dalam bidang sertifikasi halal, LPPOM MUI memiliki tantangan untuk meningkatkan kualitas layanan, sosialisasi, dan edukasi halal, serta inovasi produk yang ramah lingkungan. MUI juga perlu terus berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk memperkuat sistem sertifikasi halal tersebut.
Tantangan MUI ke depan sangat kompleks dan memerlukan strategi yang tepat untuk menghadapinya. Hal ini menjadi sebuah peta renungan bagi MUI dalam menjalankan peran dan fungsinya. Wallahu’alam bishowab.











