Reportase : Sujri.
Editor : Hairuzaman.
PANDEGLANG – Kabarexpose.com |
Audiensi Jurnalis Nasional Indonesia (JNI) Banten, dengan Hakim di Pengadilan Negeri (PN) Pandeglang, berlangsung alot. Pasalnya, silang pendapat soal hukum terutama putusan Majelis Hakim dalam persidangan, yang dinilai kurang adil bagi terdakwa. Audiensi dilaksanakan di ruang sidang PN Pandeglang, pada Selasa (13/8/2024).
Dalam pemaparannya Hakim PN Pandeglang, Panji Answinartha SH, MH, menjelaskan, proses hukum tindak pidana, dimulai dari pemeriksaan polisi sebagai penyelidik dan penyidik, jaksa sebagai penuntut hingga hakim selaku eksekutor pemberi putusan atau vonis terhadap terdakwa atau pelaku tindak pidana.
Panji juga menerangkan tentang tugas dan kewenangan hakim melakukan pemeriksaan berkas perkara, mengadili hingga memvonis atau memberikan putusan hukuman di persidangan kepada terdakwa.
Menurut ia, tugas hakim dalam bekerja selalu berpedoman terhadap ayat-ayat suci Al-Qur’an seperti yang tertuang dalam surat Almaidah ayat 8 berbunyi : “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil”. Dan surat An Nisa ayat 136, “Beriman kepada Allah SWT sesungguhnya adalah kebutuhan dasar tiap manusia,”.
“Pegangan kami sebagai muslim dalam melaksanakan tugas tidak lepas dari pedoman ayat suci Al-Qur’an surat Almaidah ayat 8 dan surat An Nisa,” ujar Panji seraya mengatakan, soal beda putusan, itu bisa karena karakter masing-masing dari kasus atau dari prilaku terdakwa dalam persidangan.
Ia menguraikan, dalam pemberian putusan itu sudah melalui fakta -fakta yang terungkap dalam persidangan dan hasil musyawarah serta pertimbangan majelis hakim.
Sementara silang pendapat disampaikan Ketua Jurnalis Nasional Indonesia (JNI) Banten, yang menilai putusan majelis hakim terhadap terdakwa tidak adil. Bahkan, Andang mempertanyakan apa landasan atau pertimbangan hukum seorang Majelis Hakim dalam memutus perkara terdakwa.
Karena kata Andang pihaknya menemukan kejanggalan putusan hakim dalam memvonis terdakwa. Dimana putusannya diduga diskriminasi. Padahal perkaranya sama kena Pasal 378 / 372, namun vonis hukumannya berbeda.
Parahnya lagi kata Andang, perkara A yang diduga kerugian korban lebih besar sekira Rp.98 juta lebih, mendapatkan tuntutan JPU 1,8 tahun dan divonis hakim hanya 1,2 tahun. Sedangkan pada Perkara B dengan pasal dan ancaman hukuman yang sama tetapi kerugian korban lebih kecil hanya Rp.18 juta mendapatkan tuntutan JPU 1,2 tahun dan Vonis Hakim 1,6 tahun.
“Disini saya tidak bisa menyebutkan perkara atas nama terdakwanya siapa. Saya hanya bisa sebut perkara A dan Perkara B. Tapi secara fakta dan bukti dari kedua perkara tersebut saya mengetahuinya,” tegas Andang
Dikatakan Andang, dalam audiensi tadi hakim lebih memaparkan teori hukum, padahal, imbuh Ketua JNI, yang menjadi permasalahan adalah fakta hasil persidangan yang diduga memberatkan terdakwa akibat vonis hakim yang dinilai tidak mempertimbangkan terhadap tuntutan JPU dan berkas perkara atau pokok perkara.
“Intinya bagi kami sebagai kontrol sosial dalam hal ini menyoroti proses peradilan di Pengadilan Negeri (PN) Pandeglang, berharap Hakim selaku pemutus perkara bagi terdakwa berlaku adil. Jangan sampai putusannya karena sesuatu maupun hal diluar kode etik dan prosedur hukum seorang hakim, agar hukum tetap tegak berdiri dan berkeadilan khususnya bagi para terdakwa dan umumnya bagi masyarakat,” pungkasnya.