Oleh : M. Ishom El Saha.
(Wadek I Fakultas Syariah UIN SMH Banten)
Beliau merupakan mantan budak yang hitam kulitnya, dan menjadi bagian generasi tabiin. Beliau juga yang dikirim sebagai duta ke Mesir, sesudah Amru bin Ash berkonsultasi dengan Khalifah Umar bin.Khattab.
Kendati mantan budak, beliau dikenal sebagai orang yang alim. Itulah sebabnya, ketika Amru bin Ash berkonsultasi kepada Umat bin Khattab tentang siapa yang dikirim sebagai duta ke Mesir, maka Khalifah berpesan: “pilih orang yang alim!”.
Kealiman Mujahid telah dikenal luas di seantero tanah Arab. Karena kealimannya, putra Amru bin Ash yang menjadi muridnya selalu menghamparkan pakaian yang dikenakannya sebagai alas kaki Mujahid untuk bisa naik dan duduk di atas kendaraan.
Mujahid adalah seorang Mufassir yang unik. Konon tatkala ingin memahami ayat yang mengulas “bekas malaikat” Harut dan Marut, maka beliau sengaja bertandang ke kota Babilonia.
Di kota ini, beliau minta diarahkan penguasa setempat supaya dikenalkan dengan pemandu. Pemimpin Babilonia mengarahkan supaya Mujahid menemui seorang Rahib Yahudi.
Setelah kenalan dengan Rahib Yahudi itu Mujahid diajak naik ke atas kastil yang diyakini sebagai tempat terakhir berdiamnya Harut dan Marut.
“Kalau ingin ketemu Harut dan Marut, kita masuk lewat lobang ini!” Kata Rahib Yahudi itu. Mujahid pun mengikuti masuk ke dalam lobang itu dan tembus ke alam gaib, berjumpa dengan Harut dan Marut.
Di hadapan Harut dan Marut, Mujahid mengenalkan diri: “aku adalah hamba dari Tuhan yang pernah kamu sembah”. Mendengar perkataan Mujahid itu, Harut dan Marut yang dinas di Al-Qur’an sebagai malaikat yang berubah menjadi jin kafir itu murka.
Tanpa berkata-kata, Harut dan Marut menggeram hemm! dan seketika benda-benda sekitar berguguran rontok. Mujahid dan Rahib Yahudi itu pun seketika pingsan. Setelah sadar, mereka tak lagi melihat Harut dan Marut, namun Rahib Yahudi itu berkata kepada Mujahid: “Hampir saja kita mati, karena olahmu!”
Itulah salah satu penggalan cerita tentang bagaimana cara Mujahid menafsirkan ayat Al-Qur’an dengan cara membuktikan langsung. Sebetulnya masih banyak lagi cerita tentang cara Mujahid menafsirkan ayat Al-Qur’an: termasuk dengan cara bertemu dengan Nabi Musa untuk mengetahui secara detail marahnya kepada Nabi Harun.
Mujahid adalah ulama tafsir dengan segudang kenyelenehannya. Para ulama lain dan golongan tabiin lainnya paham tentang masalah itu. Mereka pun sangat memuliayakan Mujahid.
Saat beliau wafat, salat jenazahnya dipimpin langsung oleh Zaid bin Tsabit. Ketika jenazahnya dikeluarkan dari dalam masjid, Zaid bin Tsabit sempat berebut dengan Ibnu Abbas.
Ibnu Abbas adalah gurunya Mujahid, tapi beliau ingin menggotong langsung janazah Mujahid. Zaid bin Tsabit yang melihat langsung kejadian itu berkata: “Wahai putra pamannya Rasulullah, tak pantas engkau menggotong jenazah Mujahid”, kata Zaid.
Tapi Ibnu Abbas membalas: “Memuliakan orang alim, dari golongan manapun, adalah menjadi tradisi kami, keluarga Nabi Muhammad Saw.”. *”