Jakarta | KABAR EXPOSE.com —
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 membawa angin segar bagi umat Muslim di Indonesia.
Melalui regulasi baru ini, jama’ah kini diperbolehkan melaksanakan umrah secara mandiri, tanpa harus melalui biro perjalanan resmi, asalkan tetap memenuhi syarat dan ketentuan yang ditetapkan pemerintah.
Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PIHU) membawa sejumlah perubahan penting.
Hal ini termasuk aturan baru yang memperbolehkan jama’ah umrah berangkat secara mandiri tanpa harus melalui Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU).
Kebijakan ini dinilai sebagai langkah progresif yang memberikan keleluasaan bagi masyarakat untuk mengatur perjalanan ibadahnya sendiri, terutama bagi mereka yang sudah berpengalaman atau memiliki kemampuan mengelola keberangkatan secara pribadi.
Meski demikian, Kementerian Agama menegaskan bahwa jama’ah yang berangkat mandiri tetap wajib mematuhi regulasi dan ketentuan yang berlaku, seperti pelaporan keberangkatan, asuransi perjalanan, serta bukti visa resmi dari pemerintah Arab Saudi.
Dengan adanya ketentuan baru ini, pemerintah berharap penyelenggaraan umrah menjadi lebih transparan, efisien, dan memberikan pilihan yang lebih luas bagi calon jamaah tanpa mengurangi aspek keamanan dan kenyamanan dalam beribadah.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah telah mengatur tentang umrah mandiri.
Aturan terkait umrah mandiri termaktub dalam Pasal 86 ayat (1) UU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
“Perjalanan Ibadah Umrah dilakukan: a. melalui PPIU; b. secara mandiri; atau c. melalui Menteri,” bunyi Pasal 86 ayat (1) UU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
Dalam UU Haji dan Umrah terbaru, telah disisipkan Pasal 87A yang mengatur terkait persyaratan bagi umrah mandiri. Dalam Pasal 87A diatur lima persyaratan, yakni : beragama Islam; memiliki paspor yang masih berlaku paling singkat 6 (enam) bulan dari tansgal pemberangkatan; memiliki tiket pesawat tujuan Arab Saudi yang sudah jelas tanggal keberangkatan dan kepulangannya; memiliki surat keterangan sehat dari dokter; dan memiliki visa serta tanda bukti pembelian paket layanan dari penyedia layanan melalui Sistem Informasi Kementerian.
Selanjutnya dalam Pasal 88A mengatur bahwa jemaah umrah mandiri berhak memperoleh dua hal, yakni :_
Memperoleh layanan yang sesuai dengan perjanjian tertulis yang disepakati antara penyedia layanan dengan jemaah umrah;
Melaporkan kekurangan dalam pelayanan penyelenggaraan ibadah umrah kepada menteri.
Diketahui, DPR dan pemerintah telah melakukan pengambilan keputusan tingkat II dan mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah menjadi undang-undang.
Undang-undang baru tersebut diharapkan dapat meningkatkan akomodasi, transportasi, dan pelayanan haji serta umrah pada tahun-tahun berikutnya.
“Perubahan ini merupakan upaya untuk meningkatkan pelayanan jemaah, mulai dari akomodasi, konsumsi, transportasi, hingga pelayanan kesehatan di Makkah, Madinah, serta saat puncak haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina,” ujar Ketua Komisi VIII DPR saat membacakan laporan dalam Rapat Paripurna ke-4 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2025-2026, pada Selasa (26/8/2025). (Hrz/Red).












