Oleh : Rahmatullah
Penulis ialah Ketua DPC Komite Wartawan Reformasi Indonesia (KWRI) Kota Cilegon
Komite Wartawan Reformasi Indonesia (KWRI) merayakan ulang tahunnya yang ke-27 dengan semangat untuk terus memperjuangkan kebebasan pers, independensi, dan tanggung jawab sosial. Ketua Umum DPP KWRI, Ozzy S. Soediro, menekankan pentingnya penegakan jati diri sebagai jurnalis yang menyuarakan kepentingan rakyat dan kebenaran.
KWRI lahir pada 22 Mei 1998 sebagai simbol perlawanan terhadap pembungkaman dan kooptasi kekuasaan. Organisasi ini terus menyerukan pentingnya melahirkan generasi jurnalis yang militan, netral, dan berintegritas.
Dalam perayaan Milad yang ke-27 tahun 2025, KWRI mengajak insan pers untuk merenung dan merefleksikan diri tentang pentingnya kebebasan pers yang sebenarnya. Bukan hanya sekadar kebebasan yang liar. KWRI juga menegaskan akan tetap menjadi benteng terakhir kebebasan pers di tengah politisasi dan komodifikasi media yang semakin tak terkendali ini.
Ozzy S. Soediro, dengan lantang mengingatkan seluruh insan pers agar kembali pada makna sejati dari kebebasan pers. Di era yang konon telah merdeka, justru masih terdapat media dan jurnalis yang meninggalkan kemerdekaannya. Mereka tidak lagi netral. Bahkan tak segan menggadaikan idealismenya menjadi alat kekuasaan dari partai politik tertentu.
Media massa tidak lagi berdiri untuk kepentingan publik. Akan tetapi untuk pasar dan kekuasaan. Sebuah bentuk baru penjajahan—bukan oleh bayonet, tapi oleh uang dan kekuasaan.
Insan Pers harus berani menyatakan dengan lantang bahwa pers bukan jongos penguasa. Pers adalah pembantu rakyat. Ia berdiri bukan untuk menyenangkan yang tengah berkuasa. Namun, untuk mengawasi, mengkritik, dan membela kepentingan publik.
Dalam sejarah panjang bangsa ini, hanya ada dua wajah pers yang layak dikenang: Pers Perjuangan dan Pers Perlawanan. Itulah pers yang sejati. Pers yang berdarah merah dan bertulang putih. Pers yang menjadi martir bagi demokrasi, bukan boneka kekuasaan. KWRI lahir adalah untuk membela nilai tertinggi dalam dunia jurnalistik: kebebasan, independensi, dan tanggung jawab sosial.
Kebebasan pers bukan kebebasan yang liar. Kebebasan pers adalah kemerdekaan yang disertai keberanian, integritas, dan tanggung jawab moral. Bebas dari tekanan kekuasaan, tapi juga bebas dari godaan kapitalisme media. Jangan pernah jual idealisme demi jabatan atau kedekatan. Kembalilah ke jalan yang merdeka.
Ozzy kembali menegaskan, KWRI akan tetap menjadi benteng terakhir kebebasan pers di tengah hiruk l-pikuk badai politisasi dan komodifikasi media yang semakin tak terkendali. KWRI tak akan kompromi terhadap siapa pun yang mencoba menjadikan media massa sebagai alat propaganda.
Membangun Jurnalis yang Bermoral
Sebagai rumah besar wartawan reformasi, KWRI terus menyerukan pentingnya melahirkan generasi jurnalis yang militan dalam berpikir, netral dalam bersikap, dan tegas dalam integritas.
Insan Pers bukan sekadar pencatat fakta, tapi pelurus realita. Bukan sekadar pengabdi berita, tapi pembela nilai.
Di era sekarang, dibutuhkan jurnalis yang tidak hanya piawai menulis, menyusun kata, tapi juga berani menyuarakan yang benar kendati sekalipun berisiko. Karena kemerdekaan sejati lahir dari keberanian untuk tidak tunduk pada kemunafikan.
Di usia ke-27 ini, senagai sosok yang menakhodai KWRI, Ozzy, mengingatkan dan mempertegas kembali arah perjuangan KWRI. Jangan biarkan idealisme kita dijajah. Jangan biarkan pena kita dipaksa tunduk. Jangan biarkan suara pers dibungkam oleh uang atau kekuasaan. Jadilah penjaga demokrasi: karena tanpa pers yang merdeka, suara rakyat akan sirna. Dirgahayu KWRI ke-27! **