Oleh : HAIRUZAMAN.
(Penulis Buku dan Praktisi Pers)
Pada 27 November 2024, tak lama.lagi bakal digelar Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur secara serentak di seluruh Indonesia. Baik itu Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang notabene sebagai pihak penyelenggara Pilkada maupun organisasi partai politik, saat ini tengah bersiap-siap guna menghadapi pesta demokrasi lima tahunan tersebut.
Sebagai penyelenggara Pilkada, tentu saja KPU diharapkan tidak mempunyai karakter “adigang-adigung”. Dimana KPU bersikap menyombongkan kekuatan, kekuasan dan kepandaian yang dimiliknya. Akibatnya, KPU berperilaku yang tidak mencerminkan keinginan masyarakat. Seperti melakukan manipulasi data, praktik money politic dan cenderung berpihak kepada salah satu paaangan kandidat Gubernur dan Wakil Gubernur tertentu. Sehingga akan merugikan kandidat lainnya, termasuk masyarakat.
KPU sebagai garda terdepan dalam gelaran Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur maupun Bupati dab Wakil Bupati serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota, harus taat terhadap Undang-Undang dan berbagai regulasi lainnya tentang pelaksanaan Pilkada.
Tentu saja, karakter “adigang-adigung”, praktik kecurangan, pragmatisme politik dan memanipulasi data Pilkada guna memenangkan pasangan calon “pengantin” tertentu, masih berpotensi dan terbuka lebar. Hal itu bisa terjadi manakala penyelenggara Pilkada mempunyai perilaku buruk dan moral yang rendah. Sehingga dapat merugikan masyarakat dan sekaligus merusak tatanan dalam kehidupan politik dan demokrasi.
Karena itu, sudah saatnya karakter “adigang-adigung” tidak dilakukan oleh KPU sebagai penyelenggara Pilkada. Tidak pula melakukan kecurangan, pragmatisme politik dan melakukan manipulasi data. Sebab, sejatinya masyarakat sangat mendambakan pelaksanaan demokrasi yang terang-benderang dan tidak terjebak dalam lorong-lorong gelap kehidupan demokrasi. **