Seperempat Abad Provinsi Banten, Cegah Kebocoran Anggaran

Oleh : H. Akhmad Jajuli.

(Penulis adalah Mantan Pengurus DPD KNPI Banten Masa Bakti 2001/2004).

Belakangan ini ada beberapa pihak yang mencoba membanding-bandingkan antara kinerja Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, SH.,M.Si. (KDM), dengan kinerja Gubernur Banten, Andra Soni, SM.,MAP (AS). Patokan mereka mungkin berdasarkan postingan-postingan yang mereka baca atau mereka tonton di Media Sosial tentang kedua Tokoh tersebut. Tentu saja “memperbandingkan” seperti itu dapat dimaklumi. Hal ini mengingat kedua Tokoh itu sama-sama memiliki jabatan Gubernur dan berasal dari Parpol yang sama : Partai Gerindra.

Mereka berdua sama-sama lulusan Pendidikan Strata S-2, Usia mereka pun tidak terpaut terlalu jauh (KDM lahir 11 April 1971. Sedangkan AS lahir pada 12 Agustus 1976). Dari sisi karir politik KDM lebih beragam : dimulai dari menjadi Anggota DPRD Kabupaten Purwakarta, Wabup Purwakarta, Bupati Purwakarta serta Anggota DPR RI — hingga mencapai posisi Gubernur Jawa Barat. Adapun AS pernah menjadi Anggota dan Ketua DPRD Provinsi Banten pada Periode yang berbeda — hingga akhirnya mencapai posisi Gubernur Banten. Mereka berdua juga masing-masing dilantik menjadi Gubernur oleh Presiden RI, Prabowo Subianto, tanggal 20 Februari 2025 lalu.

Yang juga harus dipahami oleh para “Pengamat” itu adalah perbedaan kondisi Jawa Barat dengan Banten. Jawa Barat, menjadi Provinsi Pertama di Republik Indonesia (disahkan berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 1945). Setelah sempat menjadi Negara Pasundan pada tanggal 27 Desember 1949 — pada masa Republik Indonesia Serikat (RIS) — Jawa Barat kemudian kembali ke pangkuan Negara RI (Republik Indonesia) berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 1950. Adapun Hari Jadi Provinsi Jawa Barat biasa diperingati tiap-tiap tanggal 19 Agustus (1945).

Provinsi Banten baru berdiri 55 tahun kemudian setelah berdirinya Provinsi Jawa Barat — berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2000, tertanggal 17 Oktober 2000. Sedangkan Hari Jadinya biasa diperingati tiap-tiap tanggal 4 Oktober (2000) — dihitung berdasarkan tanggal Penetapan Banten menjadi Provinsi oleh DPR RI — bukan berdasarkan tanggal terbitnya UU yang mengesahkan berdirinya Provinsi Banten (17 Oktober 2000). Pada masa RIS, Keresidenan Banten memilih tetap bergabung dengan RI yang beribukota di Yogyakarta — karena wilayahnya sempat “terhalang” oleh adanya Negara Pasundan, maka Bung Karno dan Bung Hatta mengizinkan Residen Banten (selaku Pimpinan Daerah di Banten) untuk mencetak ORIDAB (Oeang Republik Indonesia Daerah Banten).

Perbedaan lainnya antara Jawa Barat dengan Banten antara lain, bisa dicermati pada besaran Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sebagai contoh terlihat pada Raihan PAD dan Besaran APBD Tahun Anggaran 2024 kemarin. Banten meraih PAD sebesar Rp 10,30 Trilyun dengan Besaran APBD sebesar Rp 11,548 Trilyun — dengan Wilayah Administrasi sebanyak 8 (delapan) Kabupaten/Kota. Sedangkan PAD Jawa Barat tercatat Rp 36,27 Trilyun dengan APBD sebesar Rp 36,79 Trilyun — adapun jumlah Wilayah Administrasinya sebanyak 27 Kabupaten/Kota.

Tentu akan terlihat proporsional dan fair apabila kinerja dan kiprah Provinsi Banten dibandingkan dengan keberadaan dan kiprah lima Provinsi lain yang seusia (sama-sama terbentuk tahun 2000) yakni Provinsi Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Gorontalo, Maluku Utara serta Provinsi Papua Barat.

Pada Tahun Anggaran 2024 kemarin terlihat Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) meraih PAD sebesar Rp 1,77 Trilyun dengan APBD sebesar Rp 4,569 Trilyun. Provinsi Bangka Belitung (Babel) meriah PAD sebesar Rp 2,4 Trilyun dengan APBD sebesar Rp 3,105 Trilyun. PAD Provinsi Gorontalo sebesar Rp 1,447 Trilyun dengan APBD sebesar Rp 1,950 Trilyun. Selanjutnya Maluku Utara (Malut) meraih PAD sebesar Rp 1,03 Trilyun dengan APBD sebesar Rp 3,3 Trilyun (kekurangannya ditutupi dari Dana Bagi Hasil dan Dana Transfer dari Pusat). Terakhir, Provinsi Papua Barat : meraih PAD sebesar Rp 532,30 Milyar dengan APBD sebesar Rp 5,3 Trilyun (kekurangannya dicukupi dari Dana Bagi Hasil dan Dana Transfer dari Pusat termasuk Dana Otonomi Khusus).

Banten Bersama Duet Andra-Dimyati

Tanggal 4 Oktober 2025 nanti Provinsi Banten akan genap berusia Seperempat Abad (25 tahun). Warga Banten kini menggantungkan harapan kepada kepemimpinan baru hasil Banten Tahun 2024 kemarin : Gubernur Banten,  Andra Soni, SM.,MAP dan Wakil Gubenur Banten, Dr. H.R. Achmad Dimyati Natakusumah, SH, MH.

Salah satu program unggulan yang telah dicanangkan Andra dan Dimyati adalah “Pendidikan Gratis (PG)” yang akan dimulai pada Tahun Pelajaran 2025/2026 besok. Kini perhatian Pimpinan Daerah Banten tidak hanya fokus kepada SMAN/SMKN/SKh Negeri. Namun juga kepada Satuan-satuan Pendidikan SLTA dan Sekolah Khusus (SLB) Swasta. Saat ini di Banten terdapat 588 SMA (161 SMAN & 427 SMAS), 842 SMK (91 SMKN & 751 SMKS), dan 107 Sekolah Khusus/SLB (9 SKhN & 98 SKhS).

Dengan dijalankannya Program PG ini, maka tentu akan meningkatkan Angka Partisipasi Murni (APM), menurunkan angka Tingkat Putus Sekolah (Drop Out), meningkatkan Rata-rata Lama Sekolah, serta sejumlah dampak positif (impact) lainnya dalam bidang Pendidikan.

Masih dalam Bidang Pendidikan, Pemprov Banten saat ini sedang melakukan pendataan terhadap sejumlah Alumni SLTA yang STTB/Ijazahnya masih tertahan di sejumlah sekolah (terutama di Sekolah-sekolah Swasta). Instruksi Pendataan yang ditujukan kepada para Kepala Sekolah SLTA di Banten itu tertuang dalam Surat Dinas Nokor : 800.1.4.2/7043/Dindikbud/2025, tertanggal 18 Maret 2025, ditandatangani oleh Plt. Kepala Dindikbud Provinsi Banten, Dr. Lukman, S.Pd.,M.Pd. Maksud Pemprov Banten dengan melakukan pendataan itu kemungkinan adalah akan membantu sejumlah Alumni yang masih memiliki Sisa Tunggakan Biaya Pendidikan kepada Sekolahnya masing-masing — dalam bahasa awam bisa disebut sebagai “Program Tebus Ijazah”, agar mereka dapat mengambil Ijazahnya untuk kemudian menjadi syarat melamar pekerjaan dan atau syarat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Dengan hadirnya empat RSUD (Rumah Sakit Umum Daerah) milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten — RSUD Malingping (di Banten Selatan), RSU Banten (di Serang), RSUD Cilograng (di Banten Selatan) serta RSUD Labuan (di Kab. Pandeglang) — maka derajat kesehatan Warga Banten akan semakin meningkat. Terlebih dengan dukungan sejumlah fasilitas Kesehatan yang telah lama dimiliki oleh delapan Pemkab/Pemkot di Banten. Diharapkan AKB (Angka Kematian Bayi) dan AKI (Angka Kematian Ibu) akan semakin menurun. Demikian juga untuk angka Gizi Buruk dan Stunting. Sebaliknya, Usia Harapan Hidup (UHH) dan tingkat keterjangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan di Banten akan semakin meningkat.

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Provinsi kini “hanya” 6,68%. Telah menurun sebesar 0,84% dibanding kondisi bulan Agustus 2023. Berarti tingkat Pengangguran terus menurun. Apalagi kalo besarnya Investasi PMDN dan PMA terus meningkat (pada Tahun Anggaran 2024 kemarin mencapai Rp 85,44 Trilyun); Meningkatnya Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) — di atas 5%; Meningkatnya peserta pelatihan di BLK (BLK) milik Kemenaker RI/Provinsi Banten/Kab./Kota; serta meningkatnya kaum muda yang terjun menjadi wirausahawan (UMKM).

Angka Tingkat Kemiskinan di Provinsi Banten juga terus menurun. Dari Jumlah Penduduk Banten sebanyak 12.431.400 Jiwa (2004) kini Warga yang masih tergolong miskin “tinggal” 5,84%. Penurunan Angka Kemiskinan terjadi di wilayah Perkotaan (dari 6% menjadi 5,69%) dan juga terjadi di wilayah Perdesaan (dari 6,79% menjadi 6,44%).

Terbitnya Inpres Nomor 2 Tahun 2025, tertanggal 30 Januari 2025, tentang Percepatan Pembangunan, Peningkatan, Rehabilitasi serta Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi untuk Mendukung Swasembada Pangan telah memungkinkan terwujudnya Swasembada Pangan di Provinsi Banten.

Kini Provinsi Banten masuk Peringkat Ke-8 Produsen Besar Terbesar di Indonesia. Dengan terbitnya Inpres Nomor 2 Tahun 2025 maka kondisi Irigasi di Banten akan semakin baik dan semakin terawat. Pemerintah (Pusat) dapat mengintervensi (membangun dan merehabilitasi) sejumlah Irugasi yang menjadi tanggung jawab Pemprov dan Kabupaten/Kota —- adapun kewajiban pemeliharaan Irigasi tetap dilakukan sesuai kewenangan yang ada selama ini (di atas areal sawah 3.000 Ha merupakan kewenangan Pusat, Areal 1.000 – 3000 Ha kewenangan Pemprov, dan areal sawah di bawah 1.000 Ha kewenangan Pemkab/Pemkot). Pemeliharaan juga wajib dilakukan oleh Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A — “Mitra Cai”).

Ke depan produksi Palawija (Padi, Jagung, Kedelai, Ubi Jalar, Singkong, Kacang Tanah) akan semakin meningkat. Peningkatan juga akan terjadi pada produksi hasil tanaman Perkebunan (Durian, Mangga, Alpukat, Jambu, Pisang, dll), Tamanan Hortikultura (Cabai, Tomat, Terung, Jahe, Kencur, dll), Tanaman Hias (Bonsai, Bunga Melati, dll) serta Tanaman Biofarmaka (Tanaman Obat : Ciplukan, Lidah Buaya, dll).

Penutup

Kita harus mensyukuri atas apa-apa yang telah diraih oleh Provinsi Banten selama ini. Di bawah kepemimpinan Andra dan Dimyati dalam lima tahun ke depan diharapkan Banten akan meraih berbagai kesuksesan : meningkatnya Derajat Pendidikan dan Kesehatan, menurunnya tingkat Pengangguran dan Kemiskinan, dan semakin dijalankannya Reformasi Birokrasi dengan sungguh-sungguh guna mewujudkan Aparatur Pemerintah di Pemprov Banten yang andal, efektif dan efisien.

Provinsi Banten diharapkan meraih berbagai kemajuan sebagaimana yang telah menjadi cita-cita mulia para Penggagas dan Pejuang Pembentukan Provinsi Banten yakni : memberantas kebodohan, mengikis kemiskinan, mengejar berbagai kemajuan serta menghilangkan berbagai ketertinggalan.

Pada sisi lain, jangan lupa untuk terus meningkatkan PAD, mencegah kebocoran Anggaran serta memberantas korupsi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *