Google search engine
HomeDinamikaFenomena "Kabur Aja Dulu": Harapan dan Keprihatinan Membangun Masa Depan

Fenomena “Kabur Aja Dulu”: Harapan dan Keprihatinan Membangun Masa Depan

Reportase : Yuyi Rohmatunisa

Pemimpin Redaksi : Hairuzaman

TANGERANG | Kabarexspose.com —

Belakangan ini, frasa “Kabur aja dulu” menjadi semakin populer di kalangan Netizen Indonesia. Ungkapan mencerminkan rasa ketidakpuasan terhadap kondisi dalam negeri dan keinginan untuk meninggalkan Indonesia demi kehidupan yang dianggap lebih baik di luar negeri. Fenonena tersebut bukan sekadar lelucon di media sosial, melainkan mendeskripsikan sebuah realitas sosial ketidak puasan terhadap berbagai aspek kehidupan seperti, ekonomi, politik dan kesejahteraan sosial.

Seorang kader HMI Kabupaten Tangerang, Muhammad Yunus, mengungkapkan, pandangannya tentang fenomena ini. “Banyak masyarakat, terutama anak muda, merasa bahwa kondisi di Indonesia tidak memberikan harapan akan masa depan yang lebih baik. Mereka berusaha mencari cara agar harapan mereka didengar dan memperoleh keadilan,” ujarnya dengan penuh penekanan.

Banyak yang Ingin Pergi

Berdasarkan pengamatan, ada sejumlah alasan yang mendorong banyak anak muda Indonesia merasa bahwa migrasi ke luar negeri adalah pilihan yang lebih baik. Salah satunya adalah peluang ekonomi yang lebih menguntungkan. Banyak anak muda merasa gaji di Indonesia tidak sebanding dengan biaya hidup yang semakin tinggi. Negara-negara seperti Singapura, Jepang dan negara-negara Eropa menawarkan standar gaji yang jauh lebih tinggi.

“Sebagai contoh, di negara-negara maju, standar hidupnya lebih terjamin, dengan gaji yang lebih besar. Ini membuat banyak anak muda berpendapat bahwa bekerja di luar negeri dapat memberikan kebebasan finansial lebih cepat,” jelas Yunus, pada Senin, (17/2/2025).

Selain itu, faktor kualitas hidup juga menjadi alasan mengapa banyak yang tertarik untuk pergi. Kemacetan, polusi, dan layanan publik yang dianggap kurang memadai menjadi hal yang sering dikeluhkan oleh masyarakat, khususnya anak muda.

“Di luar negeri, banyak yang merasa nyaman dengan sistem transportasi yang lebih baik, polusi yang lebih sedikit, dan layanan publik yang lebih terorganisir. Banyak anak muda yang tergiur dengan konten di media sosial yang menampilkan kenyamanan tersebut,” katanya.

Namun, ada pula ketidakpuasan terhadap pemerintah Indonesia yang semakin terlihat di kalangan anak muda. “Birokrasi yang berbelit dan kebijakan pemerintah yang dianggap memberatkan semakin membuat mereka pesimis. Ditambah lagi, isu korupsi yang terus terjadi membuat banyak anak muda merasa bahwa perubahan yang dijanjikan tidak kunjung datang,” jelasnya dengan nada sedikit kecewa.

Solusi atau Pelarian?

Meninggalkan Indonesia memang bisa menjadi pilihan untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Namun, pertanyaannya adalah apakah fenomena ini hanya sebuah pelarian dari masalah yang ada? Yunus berpendapat bahwa, meski migrasi membuka peluang baru dan pengalaman global, terlalu banyak anak muda berbakat yang pergi dapat menyebabkan Indonesia kehilangan sumber daya manusia terbaik yang seharusnya berkontribusi untuk negara.

“Namun, ada alternatif lain yang dapat diambil, yaitu membangun kesempatan di Indonesia. Dengan berkembangnya ekonomi digital dan sektor startup, anak muda bisa menciptakan kesuksesan tanpa harus meninggalkan tanah air,” ujarnya.

Yunus juga menambahkan bahwa bekerja atau belajar di luar negeri tidak berarti harus meninggalkan Indonesia selamanya. “Banyak yang kembali dengan wawasan dan inovasi yang bisa diaplikasikan untuk memajukan Indonesia,” jelasnya.

Tentunya, untuk mencapainya, Yunus menekankan pentingnya memberikan kesempatan dan ruang yang lebih besar bagi anak muda untuk berinovasi. “Anak muda perlu diberi ruang untuk bereksplorasi, jangan sampai mereka yang memiliki potensi besar justru tidak didukung dan akhirnya memilih untuk berkembang di luar negeri.”

Fenomena “Kabur Aja Dulu” mencerminkan ketidakpuasan sekaligus harapan akan kehidupan yang lebih baik. Namun, sebelum memutuskan untuk pergi, penting untuk mempertimbangkan apakah hal tersebut adalah solusi terbaik atau hanya bentuk pelarian dari masalah yang ada. Pada akhirnya, membangun masa depan yang lebih baik bisa dilakukan dimana saja baik di dalam negeri maupun di luar negeri selama tetap berkontribusi bagi perubahan positif.

Yunus pun menambahkan, “berharap pemerintah tidak menutup mata terhadap berbagai persoalan yang ada di masyarakat. Pemerintah perlu memiliki empati dan kepekaan terhadap rakyatnya agar kebijakan yang dikeluarkan dapat lebih berpihak pada kesejahteraan masyarakat.”

 

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments