Google search engine
HomeCatatan Pojok"Nak, Kalau Berkuasa Jangan Kau Jual Laut, Sungai dan Gunung"

“Nak, Kalau Berkuasa Jangan Kau Jual Laut, Sungai dan Gunung”

Oleh : Hairuzaman

(Penulis Buku dan Praktisi Pers)

Seperti biasa menjelang tidur malam, aku sering mendongeng kepada anakku. Sebab, jika aku tak mendongeng, pasti anakku menagihnya. Ibarat utang, harus dibayar kontan.

Cuaca dingin malam itu menggerogoti tubuh ini. Sekali-kali terdengar sayup-sayup suara katak yang saling bersahutan. Sudah hampir tiga bulan lamanya daerah kami diguyur hujan secara terus-menerus. Tak pelak, beberapa pemukiman padat penduduk pun kerap mengalami banjir musiman.

Tapi malam itu aku sengaja mencari topik dongeng yang tengah hangat tentang kenyataan hidup yang terjadi di tengah-tengah masyarakat saat ini. Topiknya tentang laut yang bisa disertifikatkan. Padahal laut itu sejak dulu milik bersama dan semua berhak untuk kekayaan laut beserta isinya.

Termasuk para nelayan yang setiap hari menggantungkan hidupnya dengan mencari ikan untuk menghidupi keluarganya. Namun belakangan, kehidupan para nelayan di pesisir utara Kabupaten Tangerang, Banten, mulai terusik.

Tak seperti biasanya, perahu milik para nelayan terpaksa harus memutar arah lebih jauh. Sebab, tiba-tiba saja ada pagar bambu yang merintangi perahunya sepanjang 30 kilometer lebih. Akibatnya, semakin memperlambat perjalanan perahu untuk mencari ikan di laut. Padahal sebelum ada pagar laut berdiri menghalangi, nelayan lebih cepat sampai di titik tujuan untuk mencari ikan.

Tak ayal, akibatbya para nelayan harus mengeluarkan biaya yang lebih besar dari biasanya untuk membeli BBM. Padahal hasil tangkapan ikan tak pernah berlimpah. Apalagi jika cuaca ekstrim datang, terpaksa jangkar pun harus digulung kembali dan pulang dengan tangan hampa.

Sang nelayan pun kini baru paham. Pagar laut yang menjadi penghalang untuk sekadar mengais rezeki itu ternyata milik pemgusaha Taipan bernama Sugianto Kusuma alias Aguan. Oligarki yang dikenal sangat rakus dan tamak. Sampai-sampai laut pun menjadi miliknya hingga dibuat sertifikat dengan menyuap oknum pejabat ATR/BPN Kabupaten Tangerang.

Untung saja, kongkalikong konglomerat pemilik Agung Sedayu Group (ASG) dengan mantan Presiden Jokowi itu mulai tercium. Sehingga proyek raksasa itu nyaris menjadi berantakan.

Dengan menggunakan kaki tangannya, Aguan dengan serta merta menggusur lahan milik warga. Celakanya, harga ganti rugi tanah tidak sepadan. Ini akibat ulah para calo tanah yang bergentayangan untuk mencari keuntungan pribadi.

Tak hanya sampai di situ, Aguan pun mengurug sungai dan memagari laut dengan bambu sepanjnag 30 kilometer lebih. Belakangan, ternyata laut yang dipagar itu sudah mengantongi sertifikat pada tahun 2023 silam. Kendati akhirnya sertifikat itu dinyatakan illegal oleh Kementerian ATR/BPN lantaran melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria  Undang-Undang Agraria adalah undang-undang yang mengatur hak-hak atas tanah, air, dan ruang angkasa di Indonesia.

Namun, anakku tampak sudah menguap dan menahan rasa kantuknya. Aku pun seraya berbisik di telinganya. “Nak, kalau berkuasa dan menjadi pejabat, jangan kau jual laut, sungai dan gunung. Karena semua itu milik bersama,” kataku dengan nada setengah berbisik. **

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments