Reportase : Yuyi Rohmatunisa
Pemimpin Redaksi : Hairuzaman
JAKARTA | Kabarexpose.com —
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memutuskan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Sukabumi dan KPU Jawa Barat bersalah melanggar kode etik pemilu.
Putusan ini terkait dugaan penggelembungan suara untuk Desy Ratnasari pada Pemilu Legislatif 2024, yang merugikan Dr. Ribka Tjiptaning dari PDI Perjuangan. Sidang putusan digelar di Kantor DKPP, Jakarta Pusat, Senin, (20/01/2025).
Dr. Ribka Tjiptaning menyatakan bahwa keputusan DKPP, meski belum sepenuhnya memuaskan, telah menunjukkan adanya pelanggaran serius oleh KPU. “Bukti pemindahan suara dari internal Partai Gerindra ke Satrio dan dari suara tidak sah ke Desy Ratnasari di sejumlah kecamatan seperti Cikidang dan Nyalindung adalah fakta yang tidak bisa diabaikan,” ujar Ribka.
Ia juga menyoroti kegagalan KPU memproses permintaan PDI Perjuangan di beberapa kecamatan, yang menyebabkan kerugian pada perolehan suaranya.
Kuasa hukum Ribka, Heri Perdana Tarigan, SH., MH., menilai keputusan DKPP mengindikasikan rendahnya kredibilitas penyelenggaraan Pemilu di Dapil Jawa Barat IV.
“Penggelembungan suara merugikan hak konstitusional Ibu Ribka Tjiptaning dan PDI Perjuangan. Putusan ini baru langkah awal, kami akan mengkaji lebih lanjut untuk melangkah ke jalur hukum lain, termasuk ranah pidana,” tegas Heri.
Heri menyoroti bukti pelanggaran dalam formulir C1 yang merupakan dokumen otentik pemilu. Ia menyebut manipulasi suara sebagai kejahatan yang memerlukan tindak lanjut hukum.
“Kami yakin perubahan data ini disengaja dan bertentangan dengan prinsip kejujuran pemilu. Tindakan hukum lain akan upayakan untuk mencari keadilan,” imbuhnya.
DKPP dalam putusannya memberikan sanksi kepada sejumlah anggota KPU Sukabumi dan KPU Jawa Barat. Namun, Ribka menilai sanksi tersebut belum cukup memberi efek jera. “Kalau tidak bersalah, mereka tidak akan diberi sanksi. Artinya, ada yang salah, dan kami akan terus mencari siapa yang memerintahkan semua ini,” katanya.
Langkah selanjutnya, tim hukum Ribka Tjiptaning akan berdiskusi untuk menentukan jalur hukum terbaik. “Akan pastikan keadilan atas suara rakyat yang hilang tidak berhenti disini,” pungkas Heri.
Kasus ini menjadi catatan kelam bagi penyelenggaraan Pemilu di Indonesia, terutama dalam menjaga kredibilitas suara rakyat yang seharusnya dilindungi oleh penyelenggara pemilu.