Google search engine
HomeSudut PandangJago Debat Layak Dipilih? Penipu Jago Ngomong

Jago Debat Layak Dipilih? Penipu Jago Ngomong

Penulis : Hartanto Boechori.

(Ketua Umum Persatuan Jurnalis Indonesia).

Selasa (12/12/2023), lalu saya kedatangan kawan lama di Pos 2 Persatuan Jurnalis Indonesia (PJI) di Skut Café, Jl. Sidosermo 2 Airdas No.11 Surabaya. Seorang Marinir berbintang 2 yang relatif baru purna tugas, Mayor Jenderal Marinir Purnawirawan, Kasirun Situmorang. KS, sebutan kerennya saat berdinas aktif, dikenal ketegasannya saat berdinas dan dibanggakan oleh para anggotanya dimanapun KS berdinas.

Saat ini KS dilibatkan dalam Tim Kampanye Daerah (TKD) Jawa Timur, untuk calon Presiden No.2, Prabowo-Gibran. KS minta saya membantu tugasnya sebagai Tim Kampanye Calon Presiden. Namun, saya tanggapi langsung, saya tidak mau terlibat politik praktis, termasuk secara vulgar menunjukkan condong ke salah satu Calon Presiden dan Wapres.

Karena didesak terus, saya pun sempat terpancing bersikap. Kepada KS, saya hanya sampaikan kemirisan saya terhadap peran media mainstream. Baik TV maupun media siber yang cenderung tendensius dan “menceng” atau miring dalam membentuk opini publik. Masyarakat cenderung digiring dalam situasi pola pemikiran “pembodohan” yang kadang sama sekali tidak rasional. Media sosial apalagi. Lebih parah.

Sebagai jurnalis dan pimpinan organisasi jurnalis, saya memahami bahwa media perlu pemirsa. Media menghidupi diri sendiri. Bukan dihidupi Pemerintah. Jadi perlu menampilkan sesuatu yang bombastis. Bahkan yang kontroversial sekalipun. Kendati tak pelak, memang ada media yang transaksional dengan Pemerintah sebagai interaksi yang saling menguntungkan. Simbiosis mutualisme.

Saya sadari media memiliki peran krusial dalam membentuk persepsi dan opini masyarakat terhadap calon Presiden dan Wakil Presiden. Terutama dalam konteks debat. Seringkali pemenang debat diposisikan sebagai “orang baik” dan pantas dipilih. Sedangkan yang kalah dianggap sebaliknya.

Namun, saya ingin mengingatkan kita semua bahwa kecerdasan berbicara atau “pintar ngomong”, tidak mencerminkan keberhasilan dalam menjalankan tugas kepemimpinan atau mencerminkan kepawaiannya dalam bekerja atau menyelesaikan tugas tanggung jawabnya.

Banyak saya kenal berkawan dan bermitra dengan orang-orang yang tipe “pintar ngomong” atau pandai berbicara. Namun, relatif tidak bisa bekerja. Jadi, pemimpin pun juga bukan klasifikasi pemimpin yang hebat, bahkan cenderung “kepala batu”, egois dan tidak bisa menerima pendapat orang lain.

Saya analogikan ke KS, “ Penipu, pelaku tindak kriminal pasal 378 KUHP pun, mayoritas memiliki kecerdasan berbicara atau pintar ‘ngomong. “Berprofesi Penipu harus pintar ‘ngibul’ agar bisa mempedaya calon mangsanya ”. “Kalau berprofesi penipu, tidak pintar ngomong, namanya penipu ‘bloon’”. Disambut tawa ngakak KS.

Sebaliknya, orang yang kurang pandai berbicara pun belum tentu jiwa kepemimpinannya kecil. Belum tentu tidak bisa bekerja. Maksud saya, tidak bisa pemenang debat atau orang yang pandai berbicara diklasifikasikan sebagai orang yang layak dipilih menjadi pemimpin, Apalagi Presiden dan Wakil Presiden. Penguasa Negara Indonesia.

Saya mengajak rekan-rekan wartawan untuk tidak terjebak dalam narasi sempit bahwa pemenang debat adalah satu-satunya pilihan yang baik. Narasi seperti ini pembodohan publik. Kriteria pemimpin yang sungguh sungguh melibatkan integritas, keberanian dan kemampuan untuk memimpin dengan bijaksana.

Saya juga ingin mengingatkan, dalam menjalankan kampanye, fokus harus diberikan pada substansi program dan visi misi calon dipadukan dengan kemampuan kita menilaii. Rasionalkah yang dicanangkan calon pemimpin kita itu. Sebagai masyarakat yang cerdas dan kritis, kita juga harus mampu menilai calon berdasarkan rekam jejak, integritas dan komitmen mereka terhadap kesejahteraan rakyat. Bukan hanya pada kemampuan berbicara. Yang sering terjebak dalam retorika ciptaan orang orang pinter. Justru sebagian besar masyarakat awam yang tingkat rasionalitasnya relatif rendah.

Terakhir, sebagai Ketua Umum PJI, saya mengajak seluruh jurnalis untuk tetap berkomitmen pada etika jurnalistik dan independensi. Kita tidak boleh terjebak dalam kepentingan politik praktis yang endingnya menggiring masyarakat kepada opini-opini yang bersifat subyektif. Mari bersama-sama menjaga kemerdekaan pers dan memberikan informasi yang bermutu kepada masyarakat.

 

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments