Kabarexpose.com, Kabupaten Tangerang. –Pemberitaan terkait ternak ayam di wilayah Kecamatan Cisoka di harapkan ada peninjauan ulang oleh dinas terkait, dampak atau efek dari budidaya ternak ayam petelur, dikhawatirkan membahayakan kesehatan lingkungan dan para pekerja.
Kotoran yang dilihat awak media di lokasi peternak ayam milik Tungki, pengusaha ternak ayam petelur dari Jakarta, yang berinvestasi di Desa Carenang, kondisi di bawah kandang ayam di kelilingi penuh dengan Belatung, pemandangan tersebut menunjukan tidak dilakukanya penyemprotan Disinfektan sehingga lokasi kandang menjadi kumuh dan bisa bedampak negatif terhadap kesehatan masyarakat sekitar dan para pekerjanya, perlu di tinjau ulang oleh dinas terkait, khususnya penerbitan UKL-UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan) oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan termasuk Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kab. Tangerang.
Jaminan kwalitas telur yang dihasilkan, juga perlu dipertanyakan. Adakah jaminan menghasilkan telur konsumsi yang sehat ? termasuk Penerapan GOOD FARMING PRACTICE, yang tentunya didukung rekomendasi teknis dari beberapa dinas terkait, setelah melalui beberapa pengujian standar kelayakan.
Dengan di terbitkanya berita ini, diharapkan dinas terkait akan Tegas menindak pengusaha budidaya ternak ayam petelur, yang tidak mengantongi ijin khusus, karena berhubungan dengan makanan yang di konsumsi masyarakat.
Tungki, salah satu pemilik ternak ayam petelur di Desa Carenang, Kecamatan Cisoka, Provinsi Banten, yang perlu mendapatkan perhatian khusus dari dinas terkait, perihal keterangan Pieter, anaknya, bahwa “pihak peternakan tidak mau menunjukan bentuk perijinan apapun kepada wartawan, “silahkan orang dinas yang mengeceknya”, karena sudah berdiri sekitar Tahun 2011, jadi pasti lengkap” tegas Pieter kepada awak media 11/02/2021,
Timbul praduga awak media adanya “kong kalingkong dengan dinas terkait” karena sekitar 10 tahun ternak beroperasi, selembar surat perijinan tidak bisa menunjukan, keluh awak media, disamping legalistas badan usaha, juga beberapa perijinan, yang diduga tidak mengantonginya. termasuk jenis sertifikat khusus budidaya ternak ayam petelur, guna meyakinkan uji standar kelayakan peternakan sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan pemerintah, dengan mengacu pada ” Keputusan Menteri Pertanian Nomor 425/Kpts.OT.210/7/2001 tentang Pedoman Budidaya Ternak Ayam Petelur Yang Baik (GFP) Good Farming Practice, sertifikasi yang wajib di miliki pengusaha ternak ayam petelur” .
Dengan mengantongi sertifikasi GFP, menandakan sudah terujinya budidaya ayam petelur yang memenuhi standar pengujian oleh dinas terkait, baik kwalitas kelayakan kandang dan kebersihan, agar hasil telur yang di hasilkan juga berkwalitas, baik secara higienes telur bisa dipertanggungjawabkan, juga kesehatan ayam, pakan dan kelayakan telur untuk dikonsumsi benar-benar tidak mengandung racun, grade A, namun sertifikasi GFP ini tidak bisa dibuktikan peternakan miliK Tungki di Desa Carenang Kecamatan Cisoka Kabupaten Tangerang Provinsi Banten.
Hal lainya, yaitu di bawah kandang dikelilingi kerumunan ribuan Belatung, menurut petugas jaga yang juga pemilik lahan, mengatakan “kondisi kandang ayam petelur memang banyak Belatung” kondisi kandang terlihat kumuh.
Awak media berusaha menemui Kepala Desa Carenang hingga tiga kali kunjungan, tapi Eris, Kepala Desa Carenang selalu tidak ada di tempat, kegiatan perusahan peternakan ayam petelur milik Tungki sudah berjalan sekitar 10 tahun, tapi kondisi kandang menunjukan lemahnya pengawasan dari dinas terkait maupun Muspika, dan apabila timbul suatu dampak yang merugikan masyarakat dari keberadaan peternakan ayam petelur di Desa Carenang ? Siapa yang bertanggung jawab, misalnya timbul flu burung, telur ayam yang dihasilkan mengandung racun dan tidak sehat, juga keberadaan kandang yang tidak terlalu jauh dengan pemukiman penduduk.
Sekitar 10 tahun kemana peranan Dinas Tata Ruang dan Bangunan, Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kab. Tangerang dan dinas terkait lainya, jika seluruh ijin sudah di kantongi, menurut keterangan anak pemilik peternakan, yaitu Pieter, apalagi ijin lingkungan melalui perda RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah ) Nomor 13 Tahun 2011 sudah di cabut dengan Kemendagri (keputusan menteri dalan Negeri) no 19 tahun 2017 tentang Pencabutan Ijin Gangguan, Iklim Investasi semakin memprihatinkan, leluasa melakukan penyimpangan yang dampaknya cukup beresiko merugikan masyarakat, termasuk bau kotoran ayam, yang mengakibatkan udara pekampungan menjadi tidak sehat, tidak terpasangnya identitas perusahaan di gerbang pintu masuk. ini satu bukti lemahnya legalitas usaha dan pengawasanya.
“Investasi usaha mutlak, hanya mempertimbangkan keuntungan yang sebesar besarnya bagi pengusaha ternak ayam, tanpa memikirkan legalitas yang lengkap, Jelas masyarakat di rugikan”, ungkap Mular Tri Hastowo Humas GWI (gabungan Wartawan Indonesia) yang ikut menyambangi lokasi ternak bersama awak media ke lokasi ternak ayam yang telah di beritakan oleh beberapa media Cetak dan online. (A Sofian/Tim)